Dakwah "Jedag-jedug" Gus Iqdam: Plus-Minusnya
*Oleh : Kyai Mamang M Haeruddin
Muhammad Iqdam Kholid, ia biasa disapa dengan sebutan Gus Iqdam, sebuah panggilan khas putra para Kiai di Jawa Timur. Relatif masih muda, laki-laki kelahiran Biltar, 27 September 1994 ini punya kemampuan dakwah yang diminati masyarakat sampai kemudian viral. Belakangan Gus Iqdam mendapat "serangan" karena diduga menyelenggarakan dakwah apa yang saya sebut dakwah "jedag-jedug."
Dalam serangannya itu, tidak jarang beberapa ulama, terutama yang berada di Jawa Timur, langsung menyatakan keharaman terkait dengan model dakwah mutakhir ala Gus Iqdam. Terus terang, saya juga tidak kepikiran, kok bisa Gus Iqdam punya inisiatif yang di luar nalar? Sampai akhirnya memicu beragam komentar, dari yang pro maupun kontra.
Dalam sebuah video pendek yang tersiar di media sosial, dakwah Gus Iqdam bermula dari tongkrongan anak-anak muda di warung kopi. Dijelaskan dalam video tersebut, awalnya juga pengajiannya hanya diminati hanya beberapa orang saja, dengan konsep dakwah yang memang sangat sederhana. Gayung bersambut, dakwah Gus Iqdam ternyata mendapat perhatian yang luar biasa. Antusiasme jamaah yang menghadiri dakwah Gus Iqdam berasal dari banyak daerah, yang awam maupun artis-artis daerah yang kemudian telah tenar menjadi artis nasional, sebut saja misalnya Happy Salma, Soimah, dan banyak lagi yang lain.
Saya termasuk salah seorang yang mengapresiasi dakwah Gus Iqdam. Menjalankan dakwah di era media sosial seperti sekarang ini tidaklah mudah. Apalagi dakwah tersebut dirintis secara organik, terlepas apakah setelah itu mengandung gimik. Di usianya yang relatif muda, banyak masyarakat yang menaruh simpati terhadap nasihat demi nasihatnya yang dianggap mudah dipahami, selain juga memenuhi dahaga keagamaan masyarakat awam. Ini barang kali nilai plus dari dakwah Gus Iqdam.
Sementara itu, nilai minus dari dakwah Gus Iqdam, mulai sering didatangi para pejabat. Tidak mungkin mereka, para pejabat, tidak ada kepentingan. Sudah barang tentu mereka sekaligus menyelam minum air, mendompleng kegiatan dakwah dengan unsur politis. Benar saja, Gus Iqdam terjebak juga mulai menyampaikan kampanye secara terang-terangan berkenaan politik praktis.
Dakwah Gus Iqdam banyak mendapatkan "serangan", dianggap oleh sesama ulama sebagai dakwah yang haram, bukan dakwah gradual sebagaimana dahulu dipraktikkan oleh para Walisongo, yang meminjam musik dan produk seni budaya sebagai alat dan perantara dakwah. Dakwah Gus Iqdam ternyata dianggap dakwah yang merusak, dakwah yang terkontaminasi dengan unsur-unsur yang dekat dengan kemaksiatan yang disebakan oleh musik yang "jedag-jedug" tersebut.
Namun, saya sekali lagi, hendak mengatakan mengapresiasi atas jerih payah Gus Iqdam dalam berdakwah. Dan saya yakin, setelah banyak mendapatkan serangan dari kalangan internal, Gus Iqdam dan manajemen akan serius melakukan evaluasi dakwah. Sehingga sampai suatu saat nanti Gus Iqdam pun tidak akan lagi mengadopsi dakwah "jedag-jedug."
Narasi dakwah Gus Iqdam juga sebetulnya masih berpotensi bias gender, pluralisme dan isu-isu keislaman progresif lainnya. Serupa dengan kelemahan dakwah Gus Baha, Gus Miftah dan umumnya pada da'i viral yang cenderung patriarkhi dan bias gender. Semoga Gus Iqdam bisa semakin melesat, tanpa harus mengenyampingkan pentingnya kesehatan. Sebab jadwal padat dakwah pada da'i biasanya mengabaikan aspek kesehatan, sehingga gampang terserang penyakit yang serius karena kurangnya istirahat dan pola hidup yang tidak sehat.
Wallahu a'lam
Penulis adalah pengasuh Pesantren Tahfidz Al-Qur'an Al-Insaaniyyah, Jawa Barat
Komentar
Posting Komentar