Membaca Peluang Koperasi Desa Merah Putih : Antara Harapan dan Kegagalan
Pemerintah begitu yakin dengan terbentuknya Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), ekonomi akan bangkit dari Desa. Saking "ngebet" nya , Pemerintah mengeluarkan ancaman Dana Desa tidak cair bilamana Desa belum membentuk Koperasi.
Tidak sedikit yang mengatakan, bahwa koperasi dianggap sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan di Indonesia. Dalam semangat gotong royongnya, koperasi menjadi wadah ekonomi yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terutama wilayah pedesaan. Dalam jangkauan luas. Bisa menaikkan perekonomian masyarakat.
Koperasi Desa Merah Putih, begitulah nama yang disematkan oleh Presiden. Merupakan sebuah gerakan ekonomi berbasis koperasi yang diusung sebagai bentuk kemandirian ekonomi bangsa, terutama dalam menghadapi dominasi ekonomi asing dan ketimpangan sosial. Mengutip keterangan dari Menko Pangan, Bapak Zulkifli Hasan, dan Menteri Koperasi, Bapak Budi Arie. Keberadaan KDMP ditargetkan memutus rantai rentenir dan tonggak baru memulai ekonomi dari tingkat Desa. Seperti dalam beberapa kali pertemuan, baik bersama pemerintah Provinsi maupun Daerah. Salah satu support yang diberikan Pemerintah pada KDMP nanti adalah bantuan permodalan dalam bentuk hutang senilai 3 milyard.
Angka yang cukup fantastis. Keinginan pemerintah mengucurkan pinjaman sebesar itu memang tidak tanggung-tanggung. 7 Usaha yang harus dipenuhi dalam KDMP, yang tertata dalam Sektor pertanian, sembako, gas yang disubsidi, kesehatan. Akan tetapi, mampukah pengurus dalam mengembangkan dan mengembalikan pinjaman tersebut, atau justru malah blunder lantaran menjadi beban ?
Menilik perilaku kehidupan masyarakat Desa, serta dari beragam informasi, peluang untuk mengembangkan Koperasi Merah Putih akan tercapai, setidaknya bilamana memenuhi beberapa faktor berikut ini.
1. Adanya Potensi Sumber Daya Lokal Layak Jual
Desa-desa di Indonesia menyimpan banyak potensi sumber daya alam seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan kerajinan tangan. Melalui Koperasi Merah Putih, dengan pendekatan berbasis komunitas, dapat mengolah dan memasarkan hasil-hasil tersebut secara kolektif. Hal ini tentu memungkinkan dapat memberi kemudahan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat desa.
“Koperasi yang didesain dengan struktur bottom-up dan berbasis potensi lokal akan lebih berkelanjutan daripada program ekonomi top-down,” Begitu ungkap Dr. Nisa Rahmadani, salah satu pakar ekonomi kerakyatan dari Universitas Gadjah Mada.
2. Dukungan Pemerintah Pusat, Daerah, Desa dan Regulasi Jelas
KDMP yang digagas Presiden Prabowo saat ini mendorong revitalisasi koperasi sebagai bagian dari strategi pemulihan ekonomi nasional. Melalui Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, koperasi masuk sebagai pilar penting pembangunan ekonomi nasional.
Mengingat pembentukan pengurus KDMP yang terkesan mendadak. Tidak menutup kemungkinan perekrutan pengurus tidak berdasar kapasitas, melainkan kedekatan. Bilamana demikan, tentunya perlunya dukungan penuh dari pemerintah, terutama di Desa.
3. Teknologi Digital sebagai Enabler
Penggunaan teknologi digital untuk pencatatan keuangan, pemasaran, hingga distribusi produk sangat mendukung efisiensi koperasi. Dalam konteks desa, digitalisasi koperasi memungkinkan mereka menjangkau pasar lebih luas, bahkan menembus pasar ekspor.
Lalu, apa ancaman yang bisa berdampak pada kemacetan KDMP ? Melansir dari berbagai sumber, tercatat beberapa kendala serius yang bukan tidak mungkin koperasi akan bubar sejak dini. Berikut ancaman yang harus digaris bawahi,
1. Kapasitas Manajerial yang Rendah
Pada sebagian koperasi yang telah ada ditingkat desa, kenyataannya masih ditemukan kendala dalam tata kelola dan manajemen. Ketidakmampuan mengelola administrasi, keuangan, serta strategi bisnis menyebabkan koperasi gagal berkembang.
Disinggung oleh pakar koperasi dari IPB University, Prof Ahmad Syafii dengan mengatakan, “Banyak koperasi gagal bukan karena kurang modal, tetapi karena manajemen yang tidak profesional dan tidak transparan,”
2. Budaya Feodalisme dan Elitisme Lokal
Tidak hanya pada tingkat pusat. Pun juga terjadi pada beberapa desa, keberadaan tokoh masyarakat atau elit lokal yang terlalu dominan bisa menjadi batu sandungan bagi koperasi. Problem yang sering terjadi adalah memanfaatkan koperasi untuk kepentingan pribadi, bukan kolektif.
3. Kurangnya Literasi Ekonomi dan Koperasi
Faktor yang dominan menjadi kendala koperasi tidak bisa berkembang adalah rendahnya literasi keuangan dan pemahaman masyarakat desa tentang prinsip koperasi. Ditemukam banyak warga masih awam tentang koperasi, kebanyakan menganggap sebagai lembaga simpan pinjam semata, bukan sebagai lembaga ekonomi yang produktif dan berbasis kolektivitas.
4. Insentif Yang Tidak Jelas
Jika melihat dari latar belakang berdirinya KDMP, yang tidak terlepas dari tuntutan pemerintah. Besar harapan adanya insentif bagi pengurusnya. Entah dari pusat, provinsi, daerah, atau desa. Dengan tanpa adanya transparansi persoalan gaji. Ini bisa jadi batu sandungan dalam hal progres kedepan KDMP sendiri.
Kendati ada yang paparkan gaji pengurus didapatkan bisa dari Sisa Hasil Usaha (SHU), bahkan hingga nominal jutaan perbulan. Pertanyaannya, SHU itu jika jelas ada usahanya, jika masih bayang-bayang ? Alhasil, nantinya bukan tidak mungkin pengurus yang kesehariannya punya pekerjaan, bukan lagi berfikir soal koperasi, melainkan justru akan lebih menguras energi mengembangkan usahanya sendiri. Mengapa harus disibukkan urusan koperasi yang hasilnya masih abu-abu ?
Dengan menimbang faktor ancaman diatas, tentunya wajib menjadi catatan pemerintah pusat hingga desa. Angan-angan mensejahterakan ekonomi rakyat bisa jadi sebatas isapan jempol belaka. Dan itu bisa terjadi, lantaran program yang begitu memukau dengan tanpa diimbangi mengetahui situasi sebenarnya dibawah. Bisa kita tengok dari Makan Bergizi Gratis, bagaimana luar biasa saat paparkan pelaksanaannya. Kenyataannya, hingga kini masih banyak Desa yang instansi pendidikannya belum terjamah sekalipun dengan gratisnya menu bergizi dari pemerintah tersebut.
Moh. Ghofur Hasbulloh
Pegiat Literasi Pesantren dan Wiraswasta
Komentar
Posting Komentar