Opini: Paradoks Bill Gates

Oleh : Mamang M Haerudin

Teropongargopuro.blogspot : Setiap membaca buku-buku bertemakan bisnis, entrepreneurship, dan filantropi karya penulis Indonesia, rata-rata dalam bukunya akan menyebut nama Bill Gates, selain Donald Trump, Robert Kiyosaki, Warren Buffett dan tentu masih banyak yang lain, mereka yang dianggap menjadi pengusaha sekaligus penderma yang sukses. Bill Gates malah menjadi pionirnya, diberitakan di banyak tempat, ia mendirikan sebuah Yayasan sosial dengan mengumpulkan banyak pengusaha dari banyak Negara untuk ikut gerakan filantropi yang digagasnya. 

Tidak tanggung-tanggung, mereka, para orang super kaya tersebut mempunyai komitmen untuk mendermakan harta kekayaan pribadinya lebih dari 50% dari total kekayaan yang dimiliki untuk didermakan keperluan sosial warga dunia. Bahkan konon katanya, anak keturunannya pun tidak banyak diberi harta warisan. Atas pemberitaan seperti ini, tentu saja saya takjub, apa betul faktanya demikian, apakah hanya modus global belaka? Juga apa ada orang super kaya di Indonesia yang berderma sedemikian brutal? Rasa penasaran ini terus menggelayuti pikiran saya. 

Terlebih belum lama ini, Bill Gates yang telah berkunjung ke Indonesia dengan memberikan dana hibah besar kepada Pemerintah Indonesia. Tidak tanggung-tanggung dana yang digelontorkan senilai 2,6 triliun, angka yang cukup besar untuk ukuran Indonesia. Apa betul pemberian dana tersebut tanpa udang di balik batu? Apakah justru benar sesuai pepatah sindiran "tidak ada makan siang gratis"? Ternyata benar, kedatangan Bill Gates tidak main-main, ia tengah melakukan uji coba vaksin penyakit TBC di Indonesia. Tak pelak banyak pihak, baik dari para ahli kesehatan, LSM, maupun masyarakat sipil yang memperotes keras agenda "mematikan" Bill Gates tersebut. 

Inilah paradoks Bill Gates. Di balik gerakan filantropi brutal yang diiniasinya, terselubung agenda propaganda global berbalut isu kesehatan. Ini baru satu isu, bagamaina kalau ia juga bermain pada isu-isu krusial yang lain? Ada agenda dagang yang orientasinya mengeruk keuntungan dalam bidang kesehatan, sampai kemudian nanti akan banyak Negara, terlebih Indonesia yang akan dijebak secara sistemik untuk membeli vaksin buatan Bill Gates. Kalau polanya demikian, sungguh ini kejahatan kemanusiaan yang paling mematikan dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang fenomenanya kurang-lebih telah terjadi pada kasus covid-19 beberapa tahu silam. 

Pertanyaan berikutnya, entah apa yang ada di benak Bill Gates terkait dengan persoalan ini? Di satu sisi, ia menampilkan diri sebagai orang kaya dermawan bak Malaikat penolong, sementara di sisi lain, ia justru membodohi sejaligus membunuh umat manusia secara sistemik dan masal. Buat apa ia berderma kalau ada udang di balik batu. Kalaulah ia bukan seorang Muslim, bukankah ada titik-temu agama-agama dan non-agama, yakni etik, moral dan hak asasi manusia yang mestinya sangat dijunjung tinggi?

Benar belaka, bahwa siapapun yang ingin menguasai dunia dan menciptakan peradaban, mesti ia yang kaya raya, menguasai perekonomian, teknologi, dan politik global. Dengan begitu, ia bisa menyetir siapapun demi untuk memuluskan hasrat bisnis nir-etika yang hanya mengedepankan pragmatisme profit besar, sembari mematikan kemanusiaan. Fatalnya lagi, para ulama Indonesia dan dunia tak berkutik, malah bertemuk lutut karena ulah Bill Gates. Bukannya kritis terhadap Pemerintahan Prabowo, malah diam seribu bahasa. Wibawa dan keilmuan para ulama seperti tidak berarti, atau justru benar-benar tidak berarti sama sekali menghadapi persoalan ini. 

Negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, masih saja kurang, karena penguasa dan pejabatnya bermental rakus dan tamak. Korupsi merajalela, rangkap jabatan di mana-mana, bagi-bagi proyek muslihat penguasa dan para oknum elit ormas keagamaan dst, sudah bukan barang baru. Pidato kenegaraan dan tausiyah keagamaan sekadar basa-basi, omong kosong dan sangat jauh dari kenyataan. Penderitaan dan kepolosan rakyat malah dijadikan komoditas yang terus dieksploitasi. 

Kalau sudah begini, kita mau berharap perbaikan terhadap manusia model apa? Sementara pelaku kejahatan kemanusiaan seperti sekarang ini dibalut dengan akal-akalan data Negara dan dalil-alil agama oknum ormas keagamaan? 
Wallahu a'lam 

*Penulis adalah khodimul Pesantren Tahfidz Al-Qur'an Al-Insaaniyyah, Jawa Barat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Luar Biasa! Sebagai Upaya besarkan Nama NU, Banser Kecamatan Pakem Dirikan Usaha Sekaligus Kantor

Membaca Peluang Koperasi Desa Merah Putih : Antara Harapan dan Kegagalan

MWC NU Pakem Bondowoso Bersama Banom Gelar Rutinan Perdana di Desa Tertinggi Wilayahnya