Opini: Santripreneur Hijrah Digital: Menyulam Spirit Hijrah dalam Transformasi Ekonomi Pesantren di Era 4.0
*Oleh : Munir Mustaghfirin
Pendahuluan
Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah bukan hanya perpindahan fisik, melainkan transformasi total dari sistem sosial, politik, dan ekonomi jahiliyah menuju peradaban Islam yang berkeadilan. Di Madinah, beliau tidak hanya membangun masjid, tapi juga pasar, lembaga sosial, dan institusi keuangan berbasis syariah. Inilah teladan hijrah yang sejati: mengubah diri, masyarakat, dan sistem demi menegakkan nilai ilahiyah. Semangat inilah yang harus dijiwai oleh pesantren dan santri masa kini di tengah gelombang Revolusi Industri 4.0.
Sudah saatnya kaum muda sarungan beradaptasi dengan zaman. Agar tidak ada lagi stigma Masyarakat yang menyatakan bahwa pesantren merupakan Lembaga kolot, anti kemapan dan lawan daripada gaya hidup life stayle. Hijrah seorang santri dari rumah ke pondok pesantren merupakan sinyal bahwa sudah saatnya teknologi kita anggap sebagai teman dalam tanda kutip teknologi harus dikendalikan santri bukan malah sebaliknya.
Saat ini, dunia berada dalam pusaran disrupsi teknologi. Kecerdasan buatan, internet of things, big data, dan otomatisasi telah mengubah lanskap ekonomi global. Jika pesantren ingin tetap relevan dan kontributif dalam pembangunan umat, maka hijrah digital adalah keniscayaan. Santri tak cukup hanya jadi penjaga tradisi; mereka harus menjadi pelopor inovasi. Di sinilah muncul konsep "Santripreneur Hijrah Digital" sebagai bentuk ijtihad kreatif untuk menjawab tantangan zaman dengan ruh Islam.
Makna Hijrah Rasulullah sebagai Revolusi Ekonomi
Hijrah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan titik balik peradaban. Setelah hijrah, Rasulullah membangun pasar Madinah dan menetapkan aturan perdagangan yang adil serta bersih dari praktik riba dan monopoli. Beliau memberdayakan kaum Muhajirin dan Anshar secara ekonomi melalui kerjasama dan sistem muamalah yang etis. Inilah bentuk revolusi ekonomi berbasis nilai-nilai Islam.
Pelajaran besar dari hijrah adalah keberanian mengambil risiko demi perubahan yang lebih maslahat. Pesantren sebagai warisan keilmuan Rasulullah harus menjadikan hijrah ini sebagai inspirasi dalam merombak sistem ekonomi internal mereka. Dari yang semula hanya fokus pada kegiatan ritual dan pendidikan, kini pesantren dituntut untuk menjadi aktor utama dalam pembangunan ekonomi umat melalui digitalisasi usaha.
Peluang Dan Tantangan Era 4.0 dan Disrupsi Digital
Revolusi Industri 4.0 membawa lompatan teknologi yang luar biasa. Namun, di balik peluang besar itu tersimpan ancaman keterpinggiran bagi lembaga tradisional seperti pesantren bila tak segera beradaptasi. Banyak pesantren yang masih gagap teknologi, memiliki akses terbatas terhadap internet, dan minim pengetahuan digital marketing.
Padahal, peluangnya sangat besar. E-commerce halal, konten dakwah digital, kursus daring berbasis pesantren, hingga fintech syariah bisa menjadi ladang ekonomi baru. Jika santri dilatih keterampilan digital seperti desain grafis, manajemen marketplace, coding, atau pemasaran online, maka pesantren bisa menjadi pusat ekonomi kreatif berbasis Islam.
Sebagaimana dikatakan oleh Francis Bacon, "Pengetahuan adalah kekuatan." Maka penguasaan teknologi informasi hari ini adalah bentuk jihad intelektual untuk mempertahankan eksistensi umat Islam dalam kancah global. Teknologi bukan sekadar alat, tetapi medan baru dakwah dan ekonomi.
Santripreneur sebagai Agen Hijrah Ekonomi
Santripreneur adalah istilah untuk santri yang mengintegrasikan nilai-nilai pesantren dengan semangat kewirausahaan. Santri bukan hanya ahli fiqih dan tafsir, tapi juga pebisnis yang menjunjung akhlak dan nilai syariah. Konsep ini menjadi semakin relevan di tengah krisis ekonomi dan ketimpangan distribusi kekayaan.
Spirit hijrah harus menggerakkan santri dari zona nyaman konsumtif menjadi produktif. Dengan modal kepercayaan masyarakat dan kedalaman spiritual, santri punya keunggulan menjadi pelaku usaha yang jujur, tangguh, dan solutif. Melalui pelatihan, pendampingan, dan akses modal berbasis syariah, santri bisa membangun unit-unit usaha seperti pertanian digital, marketplace produk pesantren, jasa penulisan dan desain Islami, atau bahkan startup teknologi Islami.
Contoh nyata adalah Pesantren Sidogiri yang telah memiliki koperasi simpan pinjam, usaha minimarket, dan sistem informasi digital internal. Begitu juga dengan Pondok Gontor yang terus mendorong santrinya mengembangkan media digital sebagai sarana dakwah dan bisnis. Dengan begitu pondok pesantren bisa lebih mandiri dalam pembangun tidak lagi hanya berharap pada pemerintahan.
Disamping itu, bondowoso yang juga memiliki banyak pesantren tentunya memiliki peluang sukses yang sama dengan pondok-pondok besar lainnya jika bisa melihat peluang terbuka ini.
Digitalisasi Bisnis Pesantren: Strategi dan Model
Digitalisasi bisnis pesantren bukanlah ilusi. Langkah-langkah konkret bisa dilakukan:
1. Pendidikan dan pelatihan digital untuk santri: mulai dari digital marketing, konten kreatif, editing video, desain grafis, hingga e-commerce.
2. Pembentukan tim digital pesantren yang mengelola sosial media, marketplace, dan brand produk lokal.
3. Kolaborasi dengan komunitas digital Islam atau startup syariah dalam pengembangan aplikasi dan platform daring.
4. Model bisnis digital seperti:
- One Pesantren One Product (OPOP)
- Pesantren Tech Hub
- E-Katalog Santri
- Pesantren Coworking Space
Semua langkah itu menuntut pesantren melakukan hijrah mental: dari pola pikir pasif ke pola pikir produktif. Transformasi bukan sekadar teknis, tapi juga filosofis: bahwa berniaga adalah bagian dari ibadah, dan menguasai teknologi adalah bagian dari jihad zaman ini.
Peran Negara dan Komunitas Muslim Digital
Negara memiliki tanggung jawab mendorong akselerasi digitalisasi pesantren. Dukungan bisa berupa:
- Insentif pajak bagi pesantren produktif
- Bantuan akses internet dan perangkat digital
- Program pelatihan kewirausahaan syariah
Selain itu, komunitas Muslim digital seperti pengembang startup Islami, influencer dakwah digital, dan marketplace halal harus bersinergi dengan pesantren. Kolaborasi ini akan mempercepat transformasi dan memperluas jangkauan produk-produk pesantren.
Kolaborasi tiga elemen utama – pesantren, pemerintah, dan komunitas Muslim digital – adalah formula strategis untuk membangun ekosistem ekonomi syariah yang mandiri, inklusif, dan berkeadilan.
Penutup
Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kisah perjuangan, visi besar, dan keberanian keluar dari sistem lama yang menindas. Santri masa kini harus meneladani semangat itu, tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam perjuangan ekonomi.
Hijrah digital bukan soal perangkat, tapi soal kesadaran bahwa teknologi adalah bagian dari medan dakwah dan alat perjuangan umat. Santripreneur adalah jawaban atas tantangan zaman, dan pesantren digital adalah wajah baru kebangkitan ekonomi Islam.
Jika Rasulullah memulai revolusi dari masjid dan pasar, maka santri hari ini harus memulai dari akun Instagram, toko daring, dan startup Islami. Di tangan santri yang kreatif dan bertauhid, teknologi akan menjadi jalan keberkahan, bukan kehancuran.
Penulis merupakan mahasiswa aktif IAI at-Taqwa Bondowoso dan aktifis PMII
Daftar Pustaka
- Al-Qur'anul Karim
- HR. Ahmad
- Rifki, A. (2023). Ekonomi Pesantren di Era Digital. Yogyakarta: LKiS.
- Ma’arif Institute. (2022). Santripreneur dan Ekonomi Umat.
- Syahrir, T. (2020). "Digitalisasi Ekonomi Pesantren." Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 15(2).
Komentar
Posting Komentar